Kelas Bisnis untuk Penerbangan Murah; Saya mulai catatan ini dengan kabar baik terlebih dulu. Pesawat berangkat tepat waktu pada pukul 06.55, dan tiba di Denpasar 10 menit mendahului ETA yang tercantum pada pukul 09.35. Berdasar pengalaman saya, penerbangan-penerbangan pagi dari hampir semua maskapai selalu berangkat tepat waktu. Makin siang, makin banyak maskapai penerbangan yang kedodoran memegang OTDA (On-Time Departure and Arrival).
Dari sisi desain, saya kurang suka dengan eksterior maupun interior pesawat Lion Air. Sejak dulu saya heran, maskapai yang dalam waktu singkat berhasil merebut pangsa pasar sedemikian besar kok logo-nya seperti itu, ya? Begitu juga interior-nya. Untuk kelas bisnis, kursinya dilapisi kulit berwarna merah (signal red). Sandaran kepalanya tidak dilapisi apa-apa – seperti laiknya berlaku di maskapai penerbangan lain.
Sambil menunggu penumpang masuk, seorang pramugari di kabin depan berbicara dengan seorang ground crew dalam volume yang agak keras. Seluruh pembicaraan mereka dapat saya dengar dengan jelas tanpa maksud menguping. Urusan seperti ini mestinya tidak perlu didengar penumpang. Herannya, sekalipun penumpang kelas bisnis pagi itu hanya tiga orang, tidak ada upaya pramugari untuk menyapa kami dengan nama. Di maskapai penerbangan lain, untuk penumpang kelas bisnis, berlaku standar addressing by name – dalam hal ini surname.
Announcement dilakukan dengan baik oleh purser. Begitu juga sambutan dari cockpit yang dilakukan oleh first officer diucapkan dengan baik. Bahasa Indonesia maupun pelafalan bahasa Inggris-nya mendekati sempurna. Volume pengeras suara di pesawat juga baik.
Karena baru dua kali naik Lion Air di kelas bisnis, kali ini pun saya terkejut menerima meal service yang belum juga berubah mutunya. (Catatan: di kelas ekonomi Lion Air tidak ada meal/beverage service). Minuman disajikan dalam gelas plastik. Saya biasa minum kopi pahit. Tetapi, yang tersedia hanya coffee mix yang sudah mengandung gula dan susu bubuk. Sarapan disuguhkan dalam satu mangkuk melamin – maaf, tampak murahan sekali – berisi tiga sajian: jeruk berukuran kecil, bolu rasa kayu manis, dan roti keju yang juga murahan. Kalau boleh membandingkan, suguhan di kelas ekonomi maskapai penerbangan full service selalu lebih baik daripada ini.
Catatan terakhir saya adalah tentang pemandangan indah di pagi cerah ketika pesawat mulai meninggalkan ketinggian jelajah. Kawah Gunung Kelud tampak jelas. Begitu juga Gunung Raung dan Gunung Ijen. Hampir semua penumpang di sisi kiri pesawat memandang ke bawah dengan kagum. Apalagi ketika pesawat makin rendah dan Tanah Lot tampak di kejauhan. Saya “gatal” menunggu announcement dari cockpit. Ternyata, captain maupun first officer tetap bungkam seribu basa – tidak memberikan keterangan tentang pemandangan indah yang menghampar di bawah sana.
Seandainya saya duduk di kelas ekonomi, dijamin saya tidak akan ngedumel seperti ini.
Sumber: DetikFood.com