Keutamaan Shalat

Keutamaan Shalat

Hadits ke-1

“Dari Ibnu Umar r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Bangunan Islam ditegakkan di atas lima tiang: bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan shalat; membayar zakat; melaksanakan ibadah haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (Hr. Imam Bukhari dan Muslim).

Lima perkara ini adalah asas terbesar dan rukun terpenting dalam Islam. Rasulullah saw. menggambarkan agama Islam seperti sebuah kemah yang disangga oleh lima batang tiang. Tiang tengahnya adalah kalimah syahadat, sedangkan empat tiang lainnya adalah tiang pendukung untuk menyangga keempat sudut kemah itu. Tanpa tiang tengah, kemah itu tidak dapat berdiri tegak. Sedangkan jika satu tiang dari keempat tiang sudut itu tidak ada, kemah itu masih bisa berdiri, namun kondisinya miring dan tidak sempurna.

Setelah membaca hadits ini, marilah kita lihat keadaan kita, sejauh manakah kita tegakkan tiang-tiang Islam ini? Dan di antara kelima tiang itu, tiang yang manakah yang telah kita tegakkan dengan sempurna? Kelima rukun Islam ini adalah sangat penting, sehingga ditetapkan sebagai dasar Islam. Sungguhpun tidak setiap muslim mampu melaksanakan kelima rukun Islam tersebut, namun shalat merupakan kewajiban yang harus dijaga, karena shalat adalah perkara yang terpenting setelah iman. Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw., ‘Amalan apakah yang paling dicintai Allah Swt.?’ Beliau menjawab, “Shalat.” Kemudian saya ber¬tanya lagi, “Apa lagi setelah itu?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Saya bertanya lagi, “Apa lagi setelah itu?” Beliau menjawab, “Jihad.”

Mulla Ali Qari rah.a. berkata bahwa menurut para ulama, hadits ini me¬rupakan dalil yang menyatakan bahwa shalat adalah kewajiban agama yang paling penting setelah iman. Hal ini diperkuat lagi oleh hadits shahih yang berbunyi:

“Shalat adalah sebaik-baik  amalan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya.”

Masih banyak hadits-hadits shahih lain yang intinya menjelaskan bahwa sebaik-baik amalan adalah shalat. Dalam kitab Jami’ush Shaghir, lima orang sahabat r.a., yaitu Tsauban, Ibnu Umar, Salmah, Abu Umamah, dan Ubadah r.a. telah meriwayatkan hadits ini. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Anas r.a., bahwa amalan yang paling utama adalah shalat tepat pada waktunya, sedangkan dalam riwayat Ibnu Umar dan Ummu Farwah r.a., disebutkan bahwa amalan yang paling utama adalah shalat pada awal waktu. Maksud dari beberapa hadits yang artinya hampir sama ini adalah satu, yakni shalat adalah perintah terpenting setelah beriman.

Hadits ke-2

“Dari Abu Dzar r.a., bahwasanya Rasulullah saw. keluar dari rumahnya ketika musim dingin, waktu itu daun-daun berguguran. Rasulullah saw. mengambil ranting dari sebatang pohon, sehingga daun-daun di ranting itupun banyak berguguran. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, Wahai Abu Dzar!’ Saya menyahut, ‘Labbaik, ya Rasulullah.’ Lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya seorang hamba yang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun ini daripohonnya.” (Hr. Ahmad -At Targhib)

Pada musim dingin, biasanya daun-daun berguguran dari pohonnya, bahkan ada beberapa pohon yang daunnya tidak tersisa selembarpun. Dengan sabdanya ini Rasulullah saw., menerangkan bahwa seperti itulah kesan shalat yang dilaksanakan dengan ikhlas, yaitu seluruh dosa-dosanya akan diampuni dan tidak tersisa sedikitpun. Namun perlu diperhatikan, menu-rut penelitian para alim ulama, hanya dosa-dosa kecil saja yang akan diampuni dengan shalat dan ibadah-ibadah lainnya, sedangkan dosa-dosa besar tidak akan diampuni kecuali dengan bertaubat. Oleh karena itu, di samping mengerjakan shalat, hendaknya kita bertaubat dan memohon ampun, serta tidak lalai darinya. Adapun pengampunan Allah atas dosa-dosa besar seseorang dengan sebab kemurahan-Nya, maka itu adalah perkara lain.

Hadits ke-3

Dan Abu Utsman r.a. berkata, “Saya bersama Salman berada di bawah sebatang pohon. Lalu dia mengambil sebatang ranting kering, kemudian menggoyang-goyangkannya, sehingga daun-daunnya berguguran. Kemudian dia berkata kepada saya, Wahai Abu Utsman! Mengapa engkau tidak bertanya kepada saya mengapa saya berbuat seperti ini?’ Saya pun berkata, ‘Mengapa engkau berbuat demikian?’ Dia menjawab, ‘Beginilah yang dila kukan Rasulullah saw. kepada saya ketika saya bersama beliau di bawah sebatang pohon. Beliau mengambil ranting kering dan menggoyang-goyangkannya sehingga daun-daunnya berguguran. Kemudian beliau bersabda, Wahai Salman, mengapa engkau tidak bertanya kepada saya, mengapa saya berbuat seperti ini?’ Saya pun bertanya, ‘Mengapa engkau berbuat demikian. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya jika seorang muslim berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian melaksanakan shalat lima waktu; niscaya dosa-dosanya berguguran sebagaimana daun-daun ini berguguran. ” Lalu Rasulullah saw. membacakan ayat al Quran yang artinya: “Dan dirikanlan shalat pada kedua tepi siang dan pada sebagian permu-laan malam. Sesungguhnya dmal kebaikan akan menghapuskan dosa-dosa. Itulah peringatan bagi orang-orangyang mau ingat.” (Hr. Ahmad, Nasa’i dan Thabrani)

Perbuatan-perbuatan yang ditunjukkan oleh Salman r.a. adalah contoh terkecil tentang kecintaan para sahabat kepada Rasulullah saw.. Apabila seseorang mencintai orang lain, biasanya senang berbuat atau meniru-niru perbuatan orang yang dicintainya. Orang yang telah merasakan manisnya cinta, maka dia akan mengetahui hakekatnya secara baik. Begitu juga para sahabat r.a. dalam meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah saw. mereka juga memperagakan gerak-gerik beliau saw. persis sebagaimana yang mereka lihat waktu beliau saw. meriwayatkan hadits itu.

Hadits-hadits mengenai kepentingan shalat dan pengampunan dosa-dosa bagi orang yang mengerjakannya ini tidak terhitung banyaknya, karena itu sulit untuk disebutkan semuanya.

Hadits yang mengandung keterangan-keterangan seperti itu juga telah diriwayatkan sebelumnya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa menurut para ulama pengampunan dosa melalui shalat itu terbatas pada dosa-dosa kecil saja. Akan tetapi dalam hadits-hadits tersebut, tidak ada batasan dosa kecil atau dosa besar, yang ada adalah mutlak dosa-dosa saja. Ayah saya memberi dua penjelasan tentang perkara ini sewaktu beliau memberikan pelajaran:
Pertama; melakukan dosa besar adalah perkara yang tidak mungkin bagi seoVang muslim sebab dosa besar merupakan dosa yang sangat sulit untuk dibersihkan. Kalaupun itu terjadi, maka jiwanya tidak akan merasa tenang sebelum ia bertaubat dari dosa besar itu. Sedangkan tuntutan atas jati diri setiap muslim apabila melakukan suatu dosa besar, adalah dia harus menyesali dengan penyesalan yang sedalam-dalamnya, juga tidak boleh merasa tenang sebelum mensucikan dirinya dari dosa besar tersebut. Adapun menge¬nai dosa kecil, kadang-kadang seseorang tidak begitu memperhatikan dan menyesalinya karena dia mempunyai harapan bahwa dengan shalat dan ibadah-ibadah lainnya dosa-dosa kecil itu akan dimaafkan.
Kedua; seseorang yang melaksanakan shalat dengan ikhlas, serta men-jaga adab dan sunnah-sunnahnya, berarti dia pun sering bertaubat dan beristighfar dengan jumlah yang dia sendiri tidak mengetahuinya. Seperti doa pada tahiyyat akhir dalam shalat:

(Ya Allah, saya telah banyak menganiaya diri saya sendiri, dan tiada yang sanggup mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau, tnaka ampunilah saya dengan ampunan-Mu, dan rahmatilah saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) yang merupakan permintaan taubat dan istighfar.

Dalam hadits di atas terdapat perintah supaya menyempurnakan wudhu, maksudnya kita hendaklah mengetahui dan memperhatikan adab-adab wudhu dan sunnah-sunnahnya. Misalnya bersiwak, ini merupakan salah satu sunnah dalam wudhu, tetapi sering diabaikan, padahal dalam sebuah hadits diterangkan bahwa dua rakaat shalat yang dikerjakan setelah bersiwak adalah lebih utama daripada tujuh puluh rakaat shalat yang dikerjakan tanpa bersiwak. Dalam hadits lain disebutkan: “Hendaklah kalian menjaga siwak, karena di dalamnya ada sepuluh manfaat: 1) membersihkan mulut; 2) penyebab ridha Allah; 3) membuat syetan marah; 4) Allah dan para malaikat-Nya mencintai orang yang bersiwak; 5) menguatkan gigi; 6) menghilangkan dahak; 7) mewangikan mulut; 8) mengurangi warna kekuningan pada gigi; 9) mena-jamkan mata; 10) menghilangkan bau mulut, dan selain itu, bersiwak adalah sunnah Rasulullah saw..” (al Munabbihat – Ibnu Hajar)  .

Para ulama telah meneliti tentang keutamaan-keutamaan menjaga siwak, mereka menyimpulkan bahwa di dalamnya terdapat 70 manfaat, salah satunya adalah akan diberi kemudahan mengucapkan kalimat syahadat ketika mening-gal dunia. Sebaliknya, madat mengandung 70 madharat, salah satunya adalah lupa mengucapkan kalimat syahadat ketika meninggal dunia. Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan keutamaan berwudhu dengan sempurna. Sebuah hadits menyebutkan bahwa anggota tubuh yang terkena air wudhu akan bercahaya dan berkilau pada hari Kiamat, dan dengan itulah Rasulullah saw. akan langsung dapat mengenali umatnya.

Hadits ke-4a

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. ber-sabda, ‘Bagaimana pendapat kalian, jika di depan rumah salah seorang dari kalian terdapat sebuah sungai yang mengalir dan dia mandi di dalam¬nya lima kali sehari, apakah akan tersisa kotoran di tubuhnya?’ Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa kotoran di tubuhnya sedikitpun.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosa.” (Hr. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasai)

Hadits ke-4b

Dari jabir r.a. meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, “Perumpamaan shalat lima waktu bagaikan sungai yang dalam dan mengalir di depan pintu rumah salah seorang di antara kalian, dan dia mandi di dalamnya lima kali sehari.” (Hr. Muslim – At Targhib)

Biasanya air yang mengalir itu bersih dari kotoran dan lain-lainnya. Semakin dalam air itu, semakin bersih dan jernih. Karena itulah di dalam hadits ini diterangkan tentang aliran air dan kedalamannya. Jadi semakin bersih air yang dipergunakan seseorang untuk mandi, maka semakin bersih pula badannya. Kedua hadits di atas intinya menerangkan bahwa shalat yang dikerjakan dengan memenuhi segala adab dan sunnah-sunnahnya akan menghapuskan dosa-dosa. Masih banyak hadits yang menerangkan perkara ini walaupun dengan lafazh yang berbeda.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri r.a, bahwa Rasulullah saw. ber¬sabda, “Saat-saat yang ada di antara lima waktu shalat merupakan kaffarah (penghapus dosa).” Yaitu dosa kecil yang terjadi di antara satu shalat dengan shalat berikutnya akan diampuni dengan keberkahan shalat. Setelah itu Rasulullah saw. bersabda, “Seperti seseorang yang bekerja di sebuah pabrik, maka debu dan kotoran mengotori badannya, tetapi di antara pabrik dan rumahnya terdapat lima buah sungai. Apabila dia kembali dari pabriknya maka dia mandi di tiap-tiap sungai itu. Begitulah perumpamaan shalat yang lima waktu.” Apabila di antara waktu shalat terjadi kesalahan, dosa dan Iain-lain, maka dengan sebab doa dan istighfar yang dilakukannya dalam shalat, niscaya Allah Swt. akan mengampuninya.
Maksud dari berbagai perumpamaan di atas adalah untuk lebih mem-berikan pemahaman bahwa shalat memiliki kesan yang kuat dalam pengampunan dosa. Karena melalui perumpamaan biasanya sesuatu akan lebih mudah dipahami, maka melalui perumpamaan-perumpamaan inilah Rasulullah saw. menjelaskan keutamaan-keutamaan shalat dalam hadits-hadits di atas. Apabila kita tidak mau mengambil manfaat dan rahmat, luasnya ampunan, kelembutan, kenikmatan, dan kemurahan Allah Swt, maka ini bukan kesa¬lahan siapa-siapa, tetapi merupakan kesalahan diri kita sendiri. Kita sering melakukan dosa, tidak taat, berpaling dari hukum-hukum Allah, dan sering melakukan kesalahan di dalam melaksanakan perintah Allah, konsekuensi dari semua ini adalah kita pantas mendapat siksa dari Raja Yang Maha Kuasa dan Maha Adil. Tetapi Allah Swt. dengan segala kemurahan-Nya telah memberitahukan kepada kita cara menebus ketidaktaatan dan keingkaran itu. Apa-bila kita tidak juga mau memanfaatkan kemurahan Allah ini, maka sesungguhnya itu adalah kebodohan kita sendiri. Sesungguhnya rahmat dan kelembutan Allah sangatlah berlimpah kepada kita. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw., “Sesesorang yang ketika hendak tidur berniat melaksanakan shalat tahajud, tetapi kemudian dia tertidur terus, maka dia akan mendapat-kan pahala shalat tahajud.” (at Targhib). Sungguh mudah agama ini dan sungguh luas karunia Allah Swt, maka betapa ruginya kalau kita tidak berusaha mendapatkannya.

Hadits ke-5

Dari Hudzaifah r.a. dia berkata, “Apabila Rasulullah saw. mengalami kesulitan, maka beliau segera melaksakan shalat.” (Hr. Ahmad dan Abu Dawud)

Shalat adalah rahmat Allah yang sangat besar. Oleh karena itu, sese¬orang yang melaksanakan shalat ketika mengalami kesusahan, berarti bersegera menuju kepada rahmat Allah, dan apabila rahmat Allah datang membantu dan menolongnya, maka kesusahan apa lagi yang akan tersisa. Berhubungan dengan perkara ini, banyak hadits lain yang mengandung maksud yang sama walaupun diriwayatkan dengan jalan yang berbeda sesuai dengan keadaan para sahabat yang merupakan pengikut setia Rasulullah saw. dalam setiap langkah beliau. Abu Darda r.a. berkata, “Jika terjadi angin topan, maka Rasulullah saw. segera masuk ke masjid dan tidak akan keluar sehingga angin itu berhenti. Begitu juga apabila terjadi gerhana matahari atau bulan, maka Rasulullah saw. segera melaksanakan shalat.
Shuhaib r.a. meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa amalan para Nabi a.s. terdahulu adalah seperti ini juga, yaitu melaksanakan shalat setiap meng-hadapi kesusahan.
Suatu hari, ketika Ibnu Abbas r.a. sedang berada dalam perjalanan, beliau mendapat kabar kematian anaknya. Beliau segera turun dari untanya lalu melaksanakan shalat dua rakaat, kemudian membaca:

dan berkata, “Saya telah melaksanakan apa yang diperintahkan Allah,” kemudian membaca ayat al Quran yang berbunyi:
Ada lagi kisah lain mengenai Ibnu Abbas yang hampir serupa dengan kisah di atas. Suatu ketika Ibnu Abbas r.a. sedang dalam perjalanan pulang. Di tengah perjalanan dia mendapat kabar kematian saudara laki-lakinya yang bernama Qutsam. Beliau pun menghentikan untanya di tepi jalan dan segera turun, kemudian shalat dua rakaat dan berdoa cukup panjang dalam tasyahudnya. Setelah itu beliau bangun kemudian menaiki untanya lalu membaca ayat yang berbunyi:

“Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat’dan sesungguhnya hal yang demikian itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.”

Keterangan mengenai khusyu’ insya Allah akan dibahas pada bab III secara terperinci.
Satu lagi kisah mengenai beliau. Ketika beliau mendapat kabar wafatnya salah seorang istri Rasulullah saw. yang suci, maka beliau segera mengerjakan shalat dan bersujud. Seseorang bertanya, “Mengapa engkau berbuat demikian?” Beliau menjawab, “Rasulullah saw. telah memerintahkan kami, ‘Apabila kalian mendapat musibah, maka sibukkan diri kalian dengan ber¬sujud (yakni shalat). Maka adakah musibah yang lebih besar daripada wafatnya Ummul Mukminin?” (Abu Dawud)
Ketika Ubadah r.a. hampir meninggal dunia, dia berkata kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, “Saya melarang setiap orang untuk menangisi saya. Apabila ruh saya telah keluar, maka setiap orang hendaklah berwudhu dengan sempurna dan memperhatikan adab-adabnya, kemudian pergilah ke masjid untuk shalat, lalu beristighfarlah untukku karena Allah telah memerintahkan kita agar memohon pertolongan kepada-Nya dengan sabar dan shalat, kemudian baringkanlah aku dalam liang kuburku.”
Suami Ummu Kultsum r.a. yang bernama Abdurrahman r.a. pernah menderita suatu penyakit. Suatu ketika, keadaan penyakitnya sangat parah sehingga semua orang mengira ia telah meninggal dunia. Kemudian Ummu Kultsum r.a. bangun dan melaksanakan shalat. Setelah beliau mengerjakan shalat, Abdurrahman r.a. telah sadar kembali lalu bertanya kepada orang-orang di sekelilingnya, “Apakah keadaan saya menunjukkan seolah-olah saya telah meninggal?” “Ya!” Jawab mereka. Abdurrahman r.a. berkata, “Dua orang malaikat maut mendatangi saya seraya berkata, ‘Mari kita pergi menghadap Allah Ahkamul Hakimin (Hakim Yang Maha Adil). Dia akan membuat keputusan terhadapmu.’ Kemudian mereka membawa saya. Ketika itu juga seorang malaikat (lainnya) datang dan berkata kepada kedua malaikat tadi, ‘Pergilah kalian! Dia adalah termasuk ke dalam golongan manusia yang telah ditetapkan baginya kebahagiaan. Hal itu tertulis sejak dia masih berada di dalam kandungan ibunya, dan saat ini anak-anaknya masih membutuhkannya.” Setelah peristiwa itu, beliau masih hidup selama satu bulan, kemudian meninggal dunia. (Durrul Mantsur)
Nadhar r.a. berkata, “Pemah pada suatu had terjadi gelap gulita. Ke¬mudian saya berlari menemui Anas dan bertanya, ‘Pernahkah engkau meng-alami peristiwa seperti ini pada zaman Nabi saw.?’ Dia menjawab, ‘Saya berlindung kepada Allah Swt. Pada zaman Nabi saw., apabila terjadi sedikit saja angin kencang, maka kami semua berlari ke masjid-masjid, karena merasa takut kalau-kalau hari Kiamat akan segera tiba.”
Abdullah bin Salam r.a. berkata, “Apabila suatu kesusahan menimpa keluarga Nabi saw., maka beliau saw. memerintahkan mereka untuk melaksanakan shalat dan membaca ayat ini:

“Perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah atasnya, Kami tidak meminta rezeki kepadamu, bahkan Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibatyang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Thalia ayat 132)
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa jika seseorang mempunyai hajat (keperluan) yang berkaitan dengan urusan agama atau dunia, baik berhubungan dengan Allah Dzat Yang Maha Merajai ataupun dengan sesama manusia, maka hendaklah dia berwudhu dengan sempurna lalu shalat dua rakaat. Setelah selesai shalat kemudian memuji dan menyanjung nama Allah Swt. dan membaca shalawat untuk Nabi saw., lalu membaca doa di bawah ini:

Maka insya Allah hajatnya akan terpenuhi.
Wahab bin Munabbih rah. a. berkata, “Mohonlah kepada Allah melalui shalat agar segala kebutuhanmu dipenuhi-Nya. Orang-orang terdahulu apabila mereka tertimpa suatu bencana, langsung melaksanakan shalat.”
Beliau bercerita, “Di Kuffah ada seorang kuli pemikul barang yang sangat dipercaya oleh orang-orang karena sifat amanahnya, dia membawa barang dagangan para pedagang, uang, dan lain sebagainya.
Pada suatu hari, ketika berada dalam perjalanan, dia bertemu dengan seorang lelaki dan bertanya kepadanya, “Akan pergi ke mana anda?” “Ke suatu kota.” Jawab kuli itu.
Lelaki itu berkata, “Saya juga akan pergi ke sana. Saya tidak sanggup berjalan kaki bersamamu. Apakah saya diperbolehkan untuk mengendarai keledaimu dengan bayaran satu dinar?”
Kuli itu menyetujuinya, lalu lelaki itu mengendarai keledai. Di tengah jalan, mereka mendapati dua persimpangan jalan. Orang itu bertanya, “Jalan mana yang akan engkau lalui?” Kuli itu memberi tahu bahwa ia akan menuju ke arah jalan umum.
Tetapi lelaki itu berkata, “Jalan yang satu ini lebih dekat dan banyak kemudahan bagi keledai ini, sebab banyak sekali rumput tumbuh di sana.” Kuli itu berkata, “Tapi saya belum pernah melewati jalan ini.” Lelaki itu berkata lagi, “Saya sering melewatinya.” “Baiklah,” Kata si kuli setuju, “Kita lewati jalan ini saja.” Beberapa saat kemudian, mereka berdua sampai di sebuah jalan buntu di sebuah hutan lebat yang menyeramkan. Di sana terdapat banyak sekali mayat berserakan. Orang itu turun dari keledai sambil mengeluarkan senjata tajam berniat hendak membunuh si kuli. “Janganlah lakukan hal itu.” Kata si kuli, “Ambillah keledai dan barang-barang ini kalau itu keinginanmu, tapi jangan bunuh saya.” Namun lelaki itu tidak mengindahkannya bahkan bersumpah akan membunuh si kuli terlebih dahulu sebelum mengambil semua barangnya.”
Kuli itu memohon sambil memelas, namun orang zhalim itu sama sekali tidak menghiraukannya. “Baiklah,” Kata si kuli, “Kalau begitu izinkanlah saya melaksanakan shalat dua rakaat untuk yang terakhir kalinya.”
Lelaki itu berkata sambil tertawa mengejek, “Cepat lakukan shalat, mayat-mayat inipun mengajukan permohonan yang sama, namun shalatnya sama sekali tidak memberi faedah apapun.”
Kuli itu mulai melaksanakan shalat, namun setelah membaca surat al Fatihah, dia tidak dapat mengingat satu surat pun, sedangkan lelaki itu menyuruh si kuli agar mempercepat shalatnya. Tanpa disengaja mulut si kuli mengucapkan sebuah ayat seperti di bawah ini:

“Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orangyang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesulitannya.” (Qs. an Naml ayat62)

Dia membaca ayat tersebut sambil menangis. Tiba-tiba muncullah seorang penunggang kuda memakai topi besi yang gemerlapan. Dia menikam si zhalim itu hingga tewas. Dari tempat jatuhnya si zhalim itu keluarlah nyala api. Tanpa sadar orang yang shalat itu jatuh bersujud dan bersyukur ke hadirat Allah. Setelah shalat, ia berlari mengejar pengendara kuda tadi dan berkata, “Demi Allah, beritahu saya, siapakah engkau dan dari manakah engkau datang?” Penunggang kuda itu menjawab, “Saya adalah penjaga ayat

yang engkau baca tadi. Sekarang engkau selamat, silakan engkau pergi ke mana saja engkau suka. Setelah berkata demikian, dia pun pergi.
Shalat adalah modal yang besar. Selain penyebab keridhaan Allah, ia juga penyebab keselamatan dari kebanyakan musibah di dunia, dan meng-hasilkan ketenangan hati.
Ibnu Sirin rah.a. berkata, “Apabila saya diberi pilihan antara masuk surga dan melaksanakan shalat, maka saya akan memilih shalat dua rakaat. Karena masuk surga adalah kehendak hawa nafsu saya, sedangkan shalat dua rakaat adalah keridhaan Tuhan saya.”
Rasulullah saw. bersabda, “Alangkah pantas dicemburuinya seorang muslim yang ringan, sederhana (tidak terlalu dibebani oleh anak istrinya), mendapatkan bagian yang banyak dari shalatnya, rezekinya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhannya dan dia bersabar atasnya, beribadah kepada Allah dengan baik, tidak terkenal, mudah ketika meninggal dunia, tidak banyak harta warisannya, dan tidak banyak orang yang menangisinya.” (al Jami’ush Shaghir). Sebuah hadits menyebutkan, “Pebanyaklah melakukan shalat di rumahmu, niscaya kebaikan di rumahmu akan semakin bertambah.”

Hadits ke-6

Abu Muslim at Taghlibi r.a. berkata, “Saya menemui Abu Umatnah r.a. ketika ia sedang berada di dalam masjid. Saya berkata, Wahai Abu Umamah! Sesungguhnya seseorang menceritakan kepadaku mengenai diri-mu bahtua engkau mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berwudhu dengan sempurna, membasuh kedua tangan dan wajahnya, dan mengusap rambut dan kedua telinganya, lalu dia bangun melakukan shalat wajib, maka Allah akan mengampuni dosanya pada hari itu yang dilaku-kan oleh kedua kakinya yang dilangkahkan ke arah perbuatan dosa, oleh kedua tangan yang memegangnya, oleh kedua telinga yang mendengarnya, oleh kedua mata yang melihatnya, dan oleh hatinya yang membisikannya. Maka dia berkata, “Demi Allah, saya mendengar hadits ini berkalikali dari Rasulullah saw.” (Hr. Ahmad)
Banyak hadits yang telah diriwayatkan oleh para sahabat r.a. yang intinya sama dengan hadits di atas, di antaranya Utsman, Abu Hurairah, Anas, Abdullah Sunabihi, Amr bin Abasah, dan sahabat-sahabat lainnya dengan berbagai riwayat dan lafazh yang berbeda.
Mereka yang kasyaf dapat merasakan gugurnya dosa-dosa. Ada sebuah kisah yang terkenal mengenai Imam Abu Hanifah rah.a. bahwa beliau dapat merasakan dari air wudhu yang menetes, dosa apakah yang sedang ber-guguran.
Diriwayatkan oleh Utsman r.a. bahwa Rasulullah saw. memperingatkan agar seseorang jangan tertipu dengan perkara ini. Maksudnya janganlah seseorang terlalu yakin bahwa dosa-dosanya akan diampuni dengan shalat, sehingga ia berani melakukan dosa-dosa itu, padahal ia tidak mengetahui seperti apakah mutu shalat dan ibadah-ibadahnya yang lain. Apabila shalat kita diterima oleh Allah Swt, maka hal itu adalah semata-mata karena kelem-butan, kebaikan, dan kemurahan-Nya. Sedangkan jika tidak diterima, maka kita sendirilah yang mengetahui hakekat shalat dan ibadah kita. Walaupun kesan shalat sebagai sarana pengampunan dosa adalah pasti, tetapi yang dapat mengetahui kualitas shalat kita hanya Allah Swt. dan Dia juga yang mengetahui apakah dosa-dosa kita diampuni atau tidak. Sengaja melakukan dosa dengan mengatakan bahwa Tuhanku adalah Maha Pemurah dan Maha Pemaaf, sesungguhya perkataan itu tidak pantas diucapkan. Seperti seseorang berkata, “Saya akan mamaafkan anak saya apabila melakukan kesalahan, maka anak saya itu sungguh tidak tahu diri, setelah mendengar bahwa ayahnya akan memaafkan kesalahannya, lalu dengan sengaja ia mendurhakainya.”

Hadits ke-7

“Dart Abu Hurairah r.a., “Dua orang dari kabilah Baliy satu kaum dari kabilah keturunan Qudaah telah memeluk Islam. Maka salah seorang darinya telah mati syahid, dan seorang lagi hidup selama satu tahun. Thalhah bin Ubaidillah r.a. berkata, “Saya melihat di dalam mimpi, bahwa orang yang meninggal setahun kemudian itu dimasukkan ke dalam surga lebih dahulu daripada si syahid. Saya merasa heran atas peristiwa itu. Maka pada pagi harinya saya menceritakannya kepada Nabi saw., atau hal itu diceritakan oleh orang lain (yang mendengarnya dari saya) kepada RasuluUah saw.. Beliau saw. bersabda, ‘Bukankah dia telah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan setelah kematian temannya, dan mengerjakan shalat sebanyak 6.000 rakaat, dan beberapa rakaat lagi dalam shalatnya selama satu tahun?'” (Hr. Ahmad)

Apabila setiap bulan dalam setahun (12 bulan) jumlah harinya dihitung sebanyak 29 hari, kemudian kita kalikan dengan shalat wajib 5 kali dalam sehari, ditambah 20 rakaat shalat tarawih, ditambah lagi dengan shalat witir, maka jumlah rakaatnya bisa mencapai sekitar 6.960 rakaat. Kemudian jika setiap bulannya dihitung 30 hari, lalu dikalikan dengan 5 kali shalat wajib, ditambah 20 rakaat shalat tarawih, shalat-shalat sunnat rawatib, dan shalat-shalat nawafil, maka tidak bisa kita bayangkan berapa banyak rakaatnya.
Kisah seperti ini juga diriwayatkan dalam kitab Sunan Ibnu Majah secara terperinci. Abu Thalhah r.a. sebagai saksi yang melihat peristiwa itu di dalam mimpinya, dengan sendirinya menerangkan bahwa dua orang lelaki dari suatu kabilah datang menghadap Rasulullah saw. dan memeluk Islam secara bersamaan. Salah seorang di antaranya lebih berpotensi dan bersemangat untuk mati syahid dalam suatu peperangan, sedangkan temannya yang lain meninggal dunia setahun kemudian. Saya melihat dalam mimpi, bahwa saya berada di pintu surga, dan kedua orang itu pun berada di sana. Tak lama kemudian, seseorang muncul dari dalam surga dan mempersilakan kepada orang yang meninggal setahun kemudian itu untuk memasuki surga, sedangkan temannya yang mati syahid dibiarkan menunggu. Beberapa saat kemu¬dian muncul dari dalam dan mempersilakan si syahid tadi masuk surga sambil berkata kepada saya, “Sekarang bukan waktumu untuk masuk surga. Pulanglah engkau!” Pagi harinya saya ceritakan peristiwa dalam mimpi ini kepada orang-orang. Semuanya merasa heran, mengapa si syahid diizinkan masuk surga kemudian, padahal seharusnya dia yang masuk surga lebih dahulu daripada temannya. Menanggapi hal itu, Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah dia beribadah selama satu tahun lebih banyak daripada si syahid?” “Benar!” Kata mereka. Sabdanya lagi, “Bukankah dia telah berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan?” “Benar!” Jawab mereka. RasuluUah saw. bertanya, “Bukankah dalam satu tahun itu dia telah melaksa-nakan shalat-shalat lebih banyak?” Mereka menjawab lagi, “Benar!” Kemu¬dian RasuluUah saw. bersabda, “Perbedaan di antara keduanya seperti langit dengan bumi.”
Kisah-kisah seperti ini juga terjadi pada beberapa orang sahabat. Dalam Sunan Abu Dawud terdapat kisah mengenai dua orang sahabat yang mening¬gal dunia. Diceritakan dalam riwayat tersebut perbedaan waktu antara kedua¬nya hanya delapan hari saja, yaitu sahabat yang kedua meninggal sepekan kemudian setelah temannya yang pertama mati syahid, tetapi ia masuk surga lebih dahulu daripada temannya yang syahid itu.
Sesungguhnya kita tidak dapat mengetahui betapa mahal dan berhar-ganya shalat. RasuluUah saw. memberitahukan bahwa penyejuk mata beliau ada dalam shalat. Ini merupakan pertanda kecintaan beliau yang besar kepada shalat dan itu bukan hal biasa.
Dalam sebuah hadits diceritakan ada dua orang bersaudara, salah se¬orang darinya meninggal dunia lebih dulu, dan seorang lagi meninggal dunia 40 hari kemudian. Saudaranya yang meninggal lebih dulu itu begitu dimulia-kan, sehingga banyak orang yang menyanjung-nyanjung namanya. RasuluUah saw. bertanya kepada mereka, “Apakah saudaranya yang meninggal kemu¬dian itu juga seorang muslim?” “Betul.” Jawab mereka, “Namun derajatnya lebih rendah.” RasuluUah saw. bersabda, “Apakah kalian tidak mengetahui bahwa shalatnya selama 40 hari sampai kapanpun telah meninggikan derajat¬nya. Perumpamaan shalat adalah seperti sebuah sungai yang jernih dan dalam yang mengalir di depan pintu rumah seseorang dan setiap hari dia mandi lima kali di dalamnya. Apakah mungkin kotoran akan melekat di tubuhnya?” Kemudian beliau bersabda lagi, “Tahukah kalian, sejauh manakah shalat yang ia kerjakan selama 40 hari sejak kematian saudaranya itu telah meninggikan derajatnya?”

Hadits ke-8

“Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau bersabda, “Setiap tiba waktu shalat, seorang malaikat diutus untuk menyeru, ‘Wahai anak Adam, bangun dan padamkanlah apt yang sedang kalian nyalakan untuk membakar dirt kalian.’ Maka orang-orangpun berdiri, lalu bersuci dan melaksanakan shalat Zhuhur, sehingga dosa-dosa antara Shubuh hingga Zhuhur diampuni. Apabila datang waktu Ashar, seperti itu juga, waktu Maghrib seperti itujuga, waktu Isya seperti itujuga, setelah itu mereka tidur. Maka ada yang bermalam dengan kebaikan dan ada juga yang bermalam dengan keburukan. (Hr. Thabrani)
Dalam beberapa kitab hadits banyak diriwayatkan hadits-hadits yang maksudnya sama dengan hadits di atas. Allah Swt. – dengan segala kemurahan-Nya – akan mengampuni dosa-dosa seseorang melalui keberkahan shalat, karena di dalam shalat itu sendiri terdapat istighfar (permohonan ampun). Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, bahwa yang diampuni itu seluruh dosa – baik dosa kecil maupun dosa besar – dengan syarat seseorang itu harus benar-benar merasa menyesal dalam hati atas dosa-dosa-nya. Allah Swt. berfirman, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits ke-3, yang artinya:
“Dirikanlah shalat pada kedua tepi siang dan pada permulaan malam. Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu menghapuskan kejahatan-kejahatan (dosa-dosa).” (Qs. Hud ayat 14)
Salman r.a. salah seorang sahabat yang terkenal berkata, “Setelah shalat Isya, seluruh manusia terbagi ke dalam tiga golongan. Golongan pertama, yaitu orang-orang yang menjadikan malam hari sebagai ghanimah (keka-yaan). Di saat orang-orang sedang beristirahat dan tidur nyenyak, mereka menyibukan diri dalam shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Maka malam itu merupakan malam yang penuh dengan ganjaran dan pahala bagi mereka. Golongan kedua, yaitu orang-orang yang menjadikan malam hari sebagai musibah baginya. Mereka menganggap bahwa malam hari merupakan kesempatan untuk menyibukan diri dalam perbuatan maksiat. Maka bagi golongan ini malam hari merupakan malam yang penuh azab dan bencana. Golongan ketiga, yaitu mereka yang tidur setelah shalat Isya. Maka malam tersebut tidak mendatangkan kerugian ataupun keuntungan kepada mereka, dan mereka tidak memperoleh pahala apa-apa.” (Ad Durrul Mantsur).

Hadits ke-9

Dari Abu Qatadah bin Rib’i r.a., Rasulullah saw. bersabda bahwa Allah Swt. berfirman, “Sesungguhya Aku telah mewajibkan shalat lima waktu kepada umatmu. Dan Aku telah berjanji pada diri-Ku, bahwa barangsiapa yang menjaga shalat pada waktunya, niscaya akan Aku masukkan ke dalam surga dengan jaminan-Ku. Dan barangsiapa yang tidak menjaga shalatnya, maka Aku tidak memberi jaminan baginya.” (Hr. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Banyak hadits lain yang menerangkan masalah ini, bahwa Allah Swt. telah mewajibkan shalat lima waktu dan memberi jaminan bagi siapa saja yang benar dalam shalatnya, berwudhu dengan sempurna, dan mengerjakan tepat pada waktunya dengan khusyu’ dan khudhu, bahwa Allah Swt. akan memasukkannya ke dalam surga. Sedangkan bagi orang yang melalaikannya, maka Allah Swt. tidak menjanjikan jaminan ini kepadanya, apakah Dia akan mengampuni ataupun mengazabnya.
Betapa besarnya keutamaan ini, dengan melaksanakan shalat maka sese¬orang akan mendapatkan janji dan jaminan Allah Swt. Kita bisa menyaksikan, apabila ada seorang hakim atau pejabat tinggi berjanji bahwa ia akan ber-tanggung jawab atas suatu tuntutan atau memberikan jaminan kepada seseorang, maka pasti orang itu akan merasa sangat tenang dan gembira, dan dia akan selalu berbuat baik dan taat kepadanya. Begitupun shalat yang merupakan ibadah ringan dan tidak ada kesulitan sedikitpun dalam mengerjakannya, sedang yang menjaminnya adalah Allah Swt. Raja Diraja dan Penguasa “dua alam. Walaupun demikian, banyak sekali orang yang melalai-kan dan mengabaikannya. Maka tiada seorangpun yang mengabaikan dari melalaikannya, kecuali dia sendirilah yang menanggung segala kerugian, kesialan, dan bencananya.

Hadits ke-10

Dari Ibnu Salman r.a. berkata, “Seorang lelaki dart kalangan sahabat berkata kepada Rasulullah saw, ‘Ketika kami menaklukkan kota Khaibar dalam suatu peperangan, orang-orang mulai mengeluarkan harta rampasan perang yang terdiri dari berbagai macam barang dan tawanan. Maka orang-orang pun mulai berjual beli dengan harta rampasan perangnya. Tiba-tiba datang seorang lelaki kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhya pada hari ini saya telah memperoleh keuntungan besar dan tidak ada seorang pun dari penduduk lembah ini yang dapat menyamai keuntungan saya.” Dengan terheran-heran Rasulullah saw. bertanya, “Berapa keuntungan yang engkau dapatkan?” Dia menja-wab, “Saya terus menerus berjual beli sehingga mendapatkan keuntungan 300Uqiyah.”
Rasulullah saw. bersabda, “Maukah aku beritahukan kepadamu sebaik-baik orang yang mendapat keuntungan?” Dia bertanya, “Apakah itu, ya Rasulullah?” Beliau saw. menjawab, “Dua rakaat shalat sunnat setelah shalat fardhu.” (Hr. Abu Dawud)
Satu Uqiyah sama dengan 400 Dirham, sedangkan satu Difham sama dengan 4 Anah (25 Sen atau lA Rupee). Apabila dihitung, maka jumlahnya sama dengan 3.000 Rupee. Akan tetapi apalah artinya keuntungan 3.000 Rupee jika dibandingkan dengan hakikat keuntungan yang abadi dan tidak akan pernah habis. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Allah Swt. penguasa dua alam, “Apakah ini suatu keuntungan yang besar?” Seandainya kita memiliki hakekat iman seperti itu, bahwa uang 3.000 Rupee itu tidak bernilai apa-apa jika dibandingkan dengan dua rakaat shalat, maka hidup ini akan benar-benar menjadi damai. Oleh karena itulah Rasulullah saw. bersabda,
“Shalat adalah pelipur mataku.” Salah satu wasiat terakhir beliau adalah agar kita memperhatikan shalat. (Kanzul Ummat).
Mengenai wasiat beliau yang terakhir ini telah disebutkan dalam beberapa hadits, di antaranya hadits dari Ummu Salmah r.a. katanya, “Di akhir hayat Rasulullah saw., ketika mulut beliau tidak dapat mengucapkan kata-kata dengan sempurna, beliau menekankan tentang masalah shalat dan hak-hak hamba sahaya.” Hadits seperti ini pun telah diriwayatkan juga dari Ali r.a. bahwa kata-kata Rasulullah saw. yang terakhir adalah penekanan masalah shalat dan perintah agar takut kepada Allah Swt. mengenai hak-hak hamba sahaya. (Jami’ush Shaghir).
Pada suatu ketika Rasulullah saw. pernah mengirimkan pasukan jihad ke Najd. Dalam tempo yang begitu cepat, mereka telah kembali membawa kemenangan dan ghanimah yang sangat banyak. Banyak orang yang merasa heran karena mereka kembali dengan demikian cepat dan membawa keme¬nangan serta harta rampasan yang begitu banyak. Rasulullah saw. bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian mengenai orang yang mendapatkan harta yang lebih banyak dari semua itu dan lebih singkat waktunya? Mereka adalah orang yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah dan duduk di tempatnya sampai terbit matahari, kemudian mengeijakan shalat dua rakaat (shalat sunnat Dhuha). Itulah orang-orang yang mendapatkan keuntungan yang sangat banyak dalam waktu yang sangat singkat.”
Syaqiq Balkhi, seorang syeikh dan ahli shufi yang terkenal berkata, “Kita akan mendapatkan lima hal melalui lima cara, yaitu: 1) keberkahan rezeki melalui shalat Dhuha; 2) cahaya di dalam kubur melalui shalat Tahajjud; 3) kemudahan menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir melalui bacaan al Quran; 4) kemudahan melintas titian shirath melalui puasa dan sedekah; 5) naungan ‘Arsy Ilahi melalui dzikrullah dalam keadaan bersendirian.”
Di dalam berbagai kitab hadits banyak sekali hadits yang menegaskan pentingnya shalat serta keutamaan-keutamaannya, sehingga sulit dan terlalu banyak jika ditulis keseluruhannya. Namun sebagai berkahnya, di bawah ini saya sebutkan terjemahan dari beberapa hadits Rasulullah saw.:

  1. Perintah pertama yang diturunkan Allah Swt. kepada umatku adalah shalat, dan yang pertama kali akan dihisab pada hari Kiamat adalah shalat.
  2. Takutlah kepada Allah mengenai shalat! Takutlah kepada Allah mengenai shalat! Takutlah kepada Allah mengenai shalat!
  3. Pembatas antara seseorang dengan syirik adalah shalat.
  4. Ciri seorang muslim adalah shalat. Seseorang yang mengeijakan shalatnya dengan had yang khusyu, menjaga waktu – waktunya, dan mem¬perhatikan sunnah – sunnahnya, maka dia adalah seorang yang beriman.
  5. Allah Swt. tidak mewajibkan sesuatu yang lebih utama daripada iman dan shalat. Seandainya ada sesuatu kewajiban yang lebih utama daripada itu, niscaya Allah Swt. akan memerintahkan para malaikat-Nya yang sebagian dari mereka senantiasa ruku dan sebagian lagi terus menerus sujud.
  6. Shalat adalah tiang agama.
  7. Shalat menghitamkan mulut syetan.
  8. Shalat adalah cahaya bagi orang yang beriman.
  9. Shalat adalah jihad yang paling utama.
  10. Selagi seseorang menjaga shalatnya, maka Allah Swt. mencurahkan seluruh perhatian-Nya, tetapi jika ia melalaikan shalatnya, maka per-hatian Allah akan terlepas.
  11. Apabila suatu musibah turun dari langit, maka orang-orang yang memakmurkan masjid akan terhindar darinya.
  12. Apabila seseorang masuk ke dalam neraka Jahannam disebabkan dosa-dosanya, maka api neraka tidak akan membakar anggota tubuh yang digunakan untuk bersujud.
  13. Allah Swt. mengharamkan api neraka bagi anggota tubuh yang digu¬nakan untuk bersujud.
  14. Amal yang paling disukai Allah Swt. adalah shalat tepat pada waktunya.
  15. Keadaan manusia yang paling disukai Allah Swt. adalah ketika dalam keadaan sujud, yaitu keningnya menyentuh tanah.
  16. Sedekat-dekat seseorang kepada Allah adalah ketika dia berada dalam sujud.
  17. Shalat adalah anak kunci pintu surga.
  18. Apabila seseorang berdiri untuk melaksanakan shalat, maka pintu-pintu surga akan terbuka. Lalu tersingkaplah tabir antara Allah dengan orang yang shalat itu selama dia tidak sibuk dengan batuk, dan sebagainya (yaitu perkara-perkara yang dibenci dalam shalat).
  19. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat berarti mengetuk pintu Yang Maha Kuasa, sebagaimana orang yang mengetuk pintu, maka pasti akan dibukakan baginya.
  20. Kedudukan shalat dalam agama adalah seperti kepala pada badan.
  21. Shalat adalah cahaya hati, barangsiapa yang ingin agar hatinya bersinar, hendaklah dia menyinarinya dengan shalat.
  22. Barangsiapa berwudhu dengan sempurna, kemudian melaksanakan dua atau empat rakaat shalat, baik shalat fardhu ataupun sunnat dengan khusyu dan khudhu, lalu memohon ampunan kepada Allah atas dosanya, niscaya Allah akan mengampuninya.
  23. Bagian bumi yang di atasnya disebut nama Allah melalui shalat, maka bagian bumi itu akan membanggakannya kepada bagian-bagian bumi yang lain.
  24. Barangsiapa berdoa kepada Allah setelah melaksanakan shalat dua rakaat, niscaya Allah mengabulkannya baik secara langsung ataupun ditangguhkan, demi kemaslahatan dirinya. Yang jelas doanya pasti diterima.
  25. Barangsiapa melaksanakan shalat dua rakaat seorang diri tanpa diketahui oleh siapapun kecu-ali Allah dan para malaikat-Nya, maka dia mendapat jaminan keselamatan dari api neraka.
  26. Barangsiapa melaksanakan satu shalat wajib, maka baginya satu doa yang makbul di sisi Allah.
  27. Orang yang menjaga shalat lima waktu, dengan memperhatikan ruku, sujud, dan wudhu yang sempurna, maka wajib baginya surga dan haram baginya neraka.
  28. Selama seorang muslim menjaga shalatnya, maka syetan akan takut padanya. Tetapi jika melalaikannya, maka syetan akan berani kepadanya dan akan menyesatkannya.
  29. Amal yang paling utama adalah shalat lima waktu.
  30. Shalat adalah kurbannya setiap orang yang bertakwa.
  31. Amal yang paling disukai Allah Swt. adalah shalat di awal waktu.
  32. Barangsiapa pergi untuk melaksanakan shalat Shubuh, maka di tangannya dia membawa bendera iman. Dan barangsiapa pergi ke pasar pada waktu subuh, maka di tangannya adalah bendera syetan.
  33. Empat rakaat shalat sebelum shalat Zhuhur sama pahalanya dengan » empat rakaat shalat Tahajjud.
  34. Empat rakaat shalat sunnat sebelum Zhuhur kedudukannya sama dengan empat rakaat shalat Tahajjud.
  35. Apabila seseorang berdiri melaksanakan shalat, maka rahmat Allah tercurah kepadanya.
  36. Seutama-utama shalat (setelah shalat fardhu) adalah shalat pada pertengahan malam, namun sedikit sekali orang yang mengerjakannya.
  37. Jibril a.s. datang kepada saya dan berkata, “Wahai Muhammad, bera-papun lamanya engkau hidup, suatu hari nanti pasti akan mati juga. Siapapun yang engkau cintai, pada suatu hari nanti pasti engkau akan berpisah dengannya. Dan segala amalan yang engkau kerjakan (yang baik ataupun yang buruk), pasti engkau akan mendapatkan balasannya. Tidak diragukan lagi bahwa kemuliaan seorang mukmin adalah pada Tahajjudnya, dan kemuliaannya juga adalah pada sifat qana’ahnya.
  38. Dua rakaat shalat pada akhir malam adalah lebih utama daripada dunia dan seisinya. Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan mewajibkannya kepada mereka.
  39. Jagalah shalat Tahajjud, karena Tahajjud adalah jalan orang-orang saleh dan jalan untuk mendekati Allah, penjaga dari perbuatan dosa, penyebab keampunan dosa, dan menyehatkan badan.
  40. Allah Swt. berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah malas melaksana-kan empat rakaat shalat pada permulaan hari, niscaya Aku pasti akan memenuhi seluruh keperluanmu pada hari itu.”

Sesungguhnya keutamaan-keutamaan shalat dan kabar gembira bagi orang-orang yang menjaganya banyak sekali disebutkan di dalam kitab-kitab hadits. Namun 40 hadits yang disebutkan di atas kiranya sudah mencukupi. Apabila ada yang ingin menghafalnya, maka dia akan mendapatkan keu¬tamaan menghafal 40 hadits.
Sesungguhya shalat adalah suatu kekayaan yang sangat berharga. Hanya orang-orang yang diberi oleh Allah kelezatan shalat yang dapat menghargainya. Begitu berharganya shalat, sehingga Rasulullah saw. menjadikannya sebagai penyejuk mata, dan karena kelezatannya maka beliau menghabiskan sebagian besar malamnya dengan melaksanakan shalat. Inilah alasannya mengapa Rasulullah saw. secara khusus berwasiat mengenai shalat ketika akhir hayat beliau, dan berpesan agar benar-benar menjaganya. Di dalam banyak hadits, Rasulullah saw. bersabda, ‘Takutlah kepada Allah mengenai shalat.”
Ibnu Mas’ud r.a. meriwayatkan dari Rasulullah saw., bahwa beliau bersabda, “Amalan yang paling kucintai adalah shalat.”
Seorang sahabat berkata, “Suatu malam saya melewati masjid Nabawi dan Rasulullah saw. sedang melaksanakan shalat. Maka saya sangat ingin menyertai beliau. Rasulullah saw. membaca surat al Baqarah. Saya berpikir, mungkin Rasulullah saw. akan ruku pada ayat ke-100, namun setelah sampai pada ayat keseratus, beliau belum juga ruku. Saya menduga mungkin pada ayat ke-200 Rasulullah saw. akan ruku, namun ternyata tidak juga. Lalu saya menduga lagi, mungkin beliau akan ruku pada akhir ayat. Ketika telah selesai membaca surat al Baqarah, beberapa kali Rasulullah saw. membaca ‘Allahum-ma lakal hamdu’ kemudian beliau lanjutkan dengan membaca surat Ali Imran. Saya merasa heran dan berkata dalam hati, mungkin pada akhir surat Ali Imran beliau akan ruku. Rasulullah saw. pun menyelesaikan surat Ali Imran dan membaca ‘Allahumma lakal hamdu’ sebanyak tiga kali. Kemudian dilanjutkan dengan membaca surat al Maidah. Setelah menyelesaikan bacaannya, beliau pun ruku dan membaca ‘Subhana Rabbiyal ‘azhim’ tiga kali, dan diteruskan dengan membaca beberapa doa lain yang tidak saya pahami, kemudian membaca ‘Subhana Rabbiyal a la’ seperti itu pula dengan doa-doa yang lain, kemudian beliau mulai membaca surat al An’am. Akhirnya saya merasa tidak bersemangat lagi shalat bersama beliau dan dengan terpaksa saya meninggalkannya.
Pada rakaat pertama saja terdapat sekitar lima juz, sedangkan Rasulullah saw. membacanya dengan sangat tenang, dengan tajwid, tartil, dan tidak menyambungkan satu ayat dengan ayat lainnya. Maka dapat kita bayangkan betapa panjangnya rakaat tersebut. Oleh karena itulah maka kaki RasuluPah saw. menjadi bengkak ketika melaksanakan shalat. Namun bagi orang yang telah mendapatkan kelezatan sesuatu di dalam hatinya, maka kesulitan dan beban-beban apapun akan terasa mudah baginya.
Abu Ishaq Subaihi rah.a. adalah seorang muhaddits (ahli hadits) yang sangat terkenal, meninggal dunia pada usia 100 tahun. Dia merasa sedih karena usianya yang sudah tua dan badannya yang sudah lemah, maka semakin hari kenikmatan shalatnya semakin berkurang. Sehingga dalam dua rakaat dia hanya dapat membaca surat al Baqarah dan Ali Imran saja, tidak lebih dari itu. (Tahdzibut Tahdzib). Padahal dua surat ini saja lebih dari seperdelapan al Quran.
Muhammad bin Samak rah.a. berkata, “Saya mempunyai tetangga di Kufah. Dia mempunyai seorang putra yang berpuasa setiap hari dan setiap malam melaksanakan shalat, sehingga menjadi badannya kurus tinggal tulang dan kulit saja. Dia tinggal di Syuqiyah As/ar. Orang tuanya berkata kepada saya, “Berilah sedikit nasihat kepada anak saya.” Suatu ketika saya sedang duduk di depan pintu, lalu dia lewat di depan rumah saya. Saya pun memanggilnya, maka dia datang, mengucapkan salam, lalu duduk. Sebelum saya memulai pembicaraan, dia berkata lebih dulu, “Paman, janganlah paman memberikan nasihat kepada saya yang dapat mengurangi amalan saya? F*aman, ketahuilah bahwa sesungguhnya saya sudah membuat persepakatan dengan beberapa pemuda dari suatu kampung untuk berlomba-lomba ber-ibadah kepada Allah. Mereka telah bersungguh-sungguh dan berusaha di dalam ibadahnya, dan mereka telah dipanggil oleh Allah Swt.. Ketika mereka meninggal, mereka terlihat penuh kegembiraan. Sekarang tinggallah saya sendiri yang masih hidup. Amalan saya ini suatu hari nanti akan terlihat di depan mereka. Bagaimana jadinya jika mereka mengatakan bahwa dalam amalan saya ini terdapat banyak kekurangan. Paman, para pemuda itu benar-benar telah beribadah dengan penuh kesungguhan.” Banyak orang merasa kagum setelah mendengar cerita anak muda tentang usaha dan kesungguhan teman-temannya. Kemudian anak muda itu bangun dan pergi. Tiga hari kemudian kami mendengar bahwa dia telah meninggal dunia. Semoga Allah mencucurkan rahmat yang luas kepadanya. (Nazhat Basathin)
Pada zaman ini, kita pun dapat melihat hamba-hamba Allah yang melakukan amalan seperti itu. Mereka menghabiskan waktu malamnya dengan melaksanakan shalat dan pada siang hari mereka mengerjakan tablig dan ta’lim. Hadhrat Mujaddid Alfi Tsani rah. a. seorang ulama terkenal di India, tiada seorangpun yang tidak mengenal namanya. Beliau mempunyai seorang murid yaitu Maulana Abdul Wahid Lahory rah.a.. Suatu ketika Maulana Abdul Wahid berkata, “Di surga nanti tidak ada shalat.” Seseorang berkata, “Bagaimana di surga ada shalat sedangkan surga adalah tempat balasan atas amal seseorang, bukan tempat untuk beramal.” Maulana Abdul Wahid merasa sedih dan menangis. Katanya, “Bagaimana saya dapat menikmati surga tanpa shalat?”
Masih banyak di dunia ini orang yang menyerupai beliau. Orang seperti inilah yang hidupnya berpegang kepada hakikat dan inilah orang yang istimewa. Apabila Allah Stvt. Yang Maha Pemurah ingin menyebarkan kemurahan-Nya kepada orang yang mau memperbaiki diri, maka itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi-Nya. Sebelum saya menutup kisah ini, saya akan menceritakan kisah lainnya.
Dalam kitab al Munabbihat, Hafizh Ibnu Hajar rah.a. menulis: Suatu ketika Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang sangat saya cintai di dunia ini, yaitu: 1) wewangian; 2) wanita; 3) shalat sebagai penyejuk mata.” Ketika itu, beberapa orang sahabat sedang berada di sekitar Rasulullah saw.. Abu Bakar Shiddiq r.a. berkata, “Engkau benar, saya juga menyukai tiga hal, yaitu: 1) memandang wajahmu; 2) mengorbankan harta saya demi engkau; 3) menikahkan putriku denganmu.” Umar r.a. berkata, “Benar, dan saya juga menyukai tiga hal, yaitu: l)memerintahkan kepada kebaikan; 2) mencegah kemungkaran; 3)memakai pakaian yang telah usang.” Utsman r.a. berkata, “Engkau benar, saya juga menyukai tiga hal, yaitu: l)memberi makan orang yang lapar; memberi pakaian orang yang telanjang; 3)membaca al Quran.” Ali r.a. berkata, “Benar, dan saya juga menyukai tiga hal, yaitu: 1) melayani tamu; 2)berpuasa di musim panas; 3) memancung kepala musuh dengan pedang.” Setelah mereka berkata demikian, Jibril a.s. datang dan berkata, “Allah Swt. telah mengutusku untuk menceritakan kepadamu tentang kesukaanku seandainya aku seorang manusia.” Rasulullah saw. bersabda, “Katakanlah!” Maka Jibril a.s. berkata, “Seandainya aku seorang manusia maka aku akan menyukai tiga hal, yaitu: 1) menunjukkan jalan bagi orang yang sesat; 2) mencintai ahli ibadah yang miskin; 3) membantu kerabat yang miskin.” Dan Allah Swt. menyukai tiga hal dari hambanya, yaitu 1) orang yang berkorban di jalan Allah (dengan harta dan jiwa); 2) orang yang menangis setelah mela-kukan suatu perbuatan dosa. 3) orang yang bersabar dengan kemiskinannya.
Hafizh Ibnu Qayyim rah.a. menulis dalam kitab Zaadul Ma’aad bahwa shalat dapat menarik rezeki, menyehatkan badan, menjauhkan penyakit, mendatangkan ketakwaan dalam hati, membuat wajah menjadi tampan dan bercahaya, mendatangkan ketenangan jiwa, menguatkan tubuh, menjauhkan sifat malas, melapangkan dada, menyeha&an rohani, memberikan cahaya pada hati, menjaga nikmat Allah, menghindarkan azab Allah, menjauhkan syetan, mendekatkan diri kepada ar Rahman, memberi makanan pada rohani dan menjaga kesehatan jasmani yang kedua hal ini adalah sesuatu yang sangat penting. Singkatnya, shalat menyebabkan kita terhindar dari kebinasaan di dunia dan akhirat.

Recommended For You

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *