Hukum Perlindungan atas Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya – Perlindungan hukum atas sumber daya alam hayati dapat terlihat pada pasal 12 UU No. 4 Tahun 1982 yang menyatakan, “Ketentuan tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ditetapkan dengan undang-undang”. Dalam penjelasannya dikatakan: Pengertian konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengandung tiga aspek, yaitu:
- perlindungan sistem penyangga kehidupan;
- pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya pada matra darat, air dan udara;
- pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam pengertian konservasi tersebut diatas termasuk pula perlindungan jenis hewan yang tata cara hidupnya tidak diatur oleh manusia, tumbuh-tumbuhan yang telah menjadi langka atau terancam punah, dan hutan lindung”.
Mengenai konservasi sumber daya alam hayati ini telah terdapat peraturan perundang-undangan sejak zaman Hindia Belanda yaitu diantaranya Dierenbeschermingsordonantie 1931, Jachtordonantte Java en Madura 1940, Natuurbeschermingsordonantie 1941.
Peraturan perundang-undangan di zaman kemerdekaan meliputi diantaranya bidang kehutanan yaitu: UU No. 5 Tahun 1967 tertanggal 24 Mei 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. Di bidang Perlindungan Binatang Liar telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970 tertanggal 26 Agustus 1970 tentang Tambahan Ketentuan Dierenbeschermingsordonantie 1931 jo. Dieren-beschermingsverordening 1931. Dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 716/1980 tertanggal 4 Oktober 1980 telah ditetapkan daftar reptil, ikan dan mamalia air yang dilindungi. Pada tanggal 10 Agustus 1990 telah diundangkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara R.I. tahun 1990 Nomor 49) dan Penjelasannya (Tambahan Lembaran Negara R.I. Nomor 3419). UU ini, yang disebut UU Konservasi Hayati, mencabut berlakunya Dierenbeschermingsordonantie 1931,Jachtordonantie Java en Madura 1940, Natuurbeschermingsordonantie 1941.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 ini20 dicantumkan antara lain beberapa pengertian sebagai berikut:
- Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur nonhayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
- Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap meme-lihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
- Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan saling memengaruhi.
- Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
- Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
- Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
- Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unit, dan/atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keselurahan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan.
- Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
- Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempu-nyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaat-kan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi.
- Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
- Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Pasal 2 UU ini menetapkan, bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan selmbang. Tujuan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menurut pasal 3 UU ini adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Pasal 4 menyatakan, bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekoslstemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat. Pasal 5 mengatakan, bahwa konservasl sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
- pelindungan sistem penyangga kehidupan;
- pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
- pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dalam pasal 6 ditetapkan, bahwa sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan nonhayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk. Pasal 11 menyatakan, bahwa pengawetan keanekragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan melalui kegiatan:
- pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
- pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Pasal 37 ayat (1) dan (2) menetapkan tentang peran serta rakyat. Bahwa peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Bahwa dalam mengembangkan peran serta rakyat, pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem-nya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
Pasal 39 UU ini22 menyatakan, bahwa penyidikan dilakukan baik oleh pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, maupun pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pasal 40 ayat (1) s/d (4) mengatur tentang ketentuan pidana, yaitu barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), yaitu melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam, dan pasal 33 ayat (1), yaitu melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah. Bahwa apabila dengan sengaja dilakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2), yaitu melakukan kegiatan terhadap tumbuhan dan satwa yang dilindungi, serta pasal 33 ayat (3), yaitu melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wlsata alam, dipidana dengan pidana penjara pallng lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Apabila terjadi kelalaian, maka pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah.
DAFTAR PUSTAKA
Abd Rahman, Mustafa, Menengok Sistem Pemeliharaan Lingkungan di Mesir, Kompas, Sabtu, 10 Januari 2004.
Afrizal, Andi, Penerapan Sistem Sanitary Landfil pada LPA Bantar Gebang, Tesis Program Pascasarjana Program Ilmu Lingkungan UI, Jakarta, 1997.
Asmar, Teguh, MA, Pemeliharaan dan Perlindungan Benda-benda Sejarah dan Purbakala, Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Purbakala, 1978/1979, Jakarta, 1982.
Asmia, J.A, Sampai Dimana Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, Majalah DIALOG, No. 068/12 tanggal 25 Juni 1981.