Hukum Perlindungan Atas Air

Hukum perlindungan atas Sumber Daya Alam
Hukum perlindungan atas Sumber Daya Alam

Hukum Perlindungan Atas Air
Berbeda dengan pengaturan-pengaturan tentang tata guna tanah yang dimulai dengan adanya UUPA pada tahun 1960, pengaturan tentang tata guna air telah ada sejak 1936, yaitu dengan ditetapkannya Algemeen Waterreglement 1936 (Peraturan Perairan Umum 1936), Stbl No. 489. Jo. Stbl. 1949 No. 98. Algemeen Waterreglement tersebut berlakunya terbatas pada Jawa dan Madura, yaitu meliputi propinsi-propinsi Jawa Barat, Jawa tengah dan Jawa Timur. Pengaturan yang tertera di dalamnya dititikberat-kan pada kegiatan-kegiatan untuk mengatur dan mengurus salah satu bidang penggunaan air saja, akan tetapi tidak memberikan dasar yang kuat untuk usaha-usaha pengembangan/pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air, guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Menglngat terbatasnya ruang lingkup wilayah serta ruang lingkup urusan, maka Algemeen Waterreglement tersebut sudah tidak memadai.

Sehubungan dengan itu telah ditetapkan Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, pada tanggal 26 Desember 1974. Undang-undang ini bersifat nasional dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan di Indonesia, ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan teknologi, dan memberi landasan bagi penyusunan peraturan perundang-undangan selanjutnya.

Terdapat beberapa pengertian dalam pasal 19 diantaranya: (a) Atr adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah; tidak termasuk dalam pengertian air yang terdapat di laut; (b) Sumber-sumber Air adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah; (c) Pengairan adalah suatu bldang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia. (d.) TataPengaturon Air adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, dan pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan rakyat. (e) Tata Pengairan adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan / atau bangunan bangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik pembinaannya di suatu wilayah pengairan tertentu; (f) Tata Atr adalah susunan dan letak air seperti dimaksud dalam (a).

Pasal 2 menyatakan, Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, seperti dimaksud dalam pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-undang ini mempunyai fungsi sosial serta digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 3 berbunyi: (1) Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti dimaksud dalam pasal 1 angka, 3, 4 dan 5 Undang-undang ini dikuasai oleh Negara. (2) Hak menguasai oleh Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk:

  1. Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;
  2. Menyusun, mengesahkan, dan atau memberi izin berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan;
  3. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan, penggunaan, penyediaan air, dan atau sumber-sumber air;
  4. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan air, dan atau sumber-sumber air;
  5. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan orang dan atau badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air. (3) Pel«ksanaan atas ketentuan ayat (2) pasal ini tetap menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

Berkaitan dengan perlindungan hukum atas air pasal 13 UU ini menyatakan: (1) Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan:

  1. melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;
  2. melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya;
  3. melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya;
  4. melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-banguan pengairan sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya. (2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka keluarlah Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Penggunaan Air. Disamping itu, ditetapkan pula Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi, pada tanggal yang sama yaitu 12 Agustus 1982. Dalam pasal 1 butir i dicantumkan, bahwa irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian. Kedua Peraturan Pemerintah tersebut diatas dilandaskan pula pada Undang-Undang Lingkungan Hidup, sehingga menganut asas dan prinsip pokok yang tertera di dalam UU Lingkungan Hidup tersebut.

Berkaitan dengan perlindungan hukum atas air dan sekaligus perlindungan tanah dapat dikemukakan pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS). Yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dipisahkan dart wilayah lainnya oleh topografi dan merupakan:

  • satu satuan wilayah tata air yang menampung dan menyimpan air hujan yang jatuh diatasnya untuk kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut;
  • satu satuan ekosistem dengan unsur-unsur utamanya sumber daya alam, flora, fauna, tanah dan air serta manusia dan segala aktivitasnya yang berinteraksi satu sama lain.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dimaksudkan sebagai upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal baik antara sumber daya alam dengan manusia dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dianggap perlu untuk memecahkan masalah erosi dan perluasan tanah kritis yang terdapat di hulu sungai. Peningkatan daya dukung antara lain dapat ditempuh melalui:

  • Konservasi, yaitu merubah jenis penggunaan tanah ke arah usaha yang lebih menguntungkan, tetapi masih sesuai dengan kemampuan wilayahnya;
  • Intensifikasi dengan penggunaan teknologi baru dalam usaha tani;
  • Konservasi atau pengawetan tanah, yaitu pencegahan kerusakan lahan dan peningkatan kesuburannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abd Rahman, Mustafa, Menengok Sistem Pemeliharaan Lingkungan di Mesir, Kompas, Sabtu, 10 Januari 2004.
Afrizal, Andi, Penerapan Sistem Sanitary Landfil pada LPA Bantar Gebang, Tesis Program Pascasarjana Program Ilmu Lingkungan UI, Jakarta, 1997.
Asmar, Teguh, MA, Pemeliharaan dan Perlindungan Benda-benda Sejarah dan Purbakala, Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Purbakala, 1978/1979, Jakarta, 1982.
Asmia, J.A, Sampai Dimana Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, Majalah DIALOG, No. 068/12 tanggal 25 Juni 1981.

Recommended For You

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *